Sabtu, 27 Juni 2015

Tugas Psikoterapi



Nama  : Amalia Kusuma Wardhani
Npm    : 10512682
Kelas   : 3PA12

Psikoterapi

A.    Contoh Kasus
Rizki Membunuh Adiknya untuk Perkuat Ilmu Hitam
Sabtu, 27 Juni 2015, 16:24 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Muhamad Rizki Silaban (15) terbukti membunuh adiknya, Putri Mariska Silaban (13) dengan sebilah pisau dapur. Perbuatan tersebut dilakukan Rizki selepas shalat ashar.

Kapolrestro Kota Tangerang, Kombes Agus Pranoto mengatakan, Rizki terpaksa membunuh adiknya untuk memperkuat ilmu hitam yang tengah dipelajarinya. Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari warga sekitar, ilmu kebal tersebut sudah dipelajari Rizki satu bulan belakangan.

"Orang tuanya juga sudah mengetahui hal itu," terang Agus, Sabtu (27/6).

Senada dengan Agus, ibu Rizki, Rahmawati membenarkan kalau aktifitas anaknya sehari-hari adalah shalat dan latihan silat. Rahmawati juga membenarkan ilmu hitam itu sudah dipelajari Rizki sebulan terakhir. "Dia nggak bilang ke saya, tapi bilang ke ayahnya," terang Rahmawati.

Seperti diketahui, Putri Mariska Sakina ditemukan tewas dengan luka sayatan di leher. Penggorokan ini terjadi pada Ahad sekitar pukul 15.30.

Putri ditemukan tergeletak tak bernyawa di kamar belakang rumahnya di Kampung Duku Jalan Masjid Al Baido RT 03/05, Kelurahan Sudimara Selatan, Ciledug, Kota Tangerang. Tersangka menggorok leher Putri hingga hampir putus. Kemudian tersangka menusuk lehernya sendiri dengan pisau yang sama.

Sebelumnya, perbuatan tersebut terpaksa dilakukan Rizki atas perintah jin. Makhluk halus tersebut mengancam akan menghabisi seluruh keluarga Rizki kalau permitaannya tak dipenuhi.

B.     Terapi
Terapi yang cocok untuk menangani contoh kasus di atas adalah terapi realitas. Menurut Buwono (2007 )Terapi realitas bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan pemenuhan kebutuhan emosional individu dengan jalan membantu individu berbuat realistik, dapat dipertanggung jawabkan, dan benar secara normatif. Tujuan ini akan tumbuh dengan adanya keterlibatan emosional, hubungan yang bersifat memelihara yang merupakan perwujudan cinta dan disiplin.

C.    Terapi Realitas
Menurut Corey (2013) terapi realitas adalah suatu sistem yang difokuskan pada tingkah laku sekarang. Terapis berfungsi sebagai guru dan model serta mengkonfrontasikan klien dengan cara-cara yang bisa membantu klien menghadapi kenyataan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar tanpa merugikan dirinya sendiri ataupun orang lain. Inti terapi realitas adalah penerimaan tanggung jawab pribadi yang dipersamakan dengan kesehatan mental. Glasser mengembangkan terapi realitas dari keyakinannya bahwa psikiatri konvensional sebagian besar berlandaskan asumsi-asumsi yang keliru realitas, yang menguraikan prinsip-prinsip dan prosedur-prosedur yang dirancang untuk membantu orang-orang dalam mencapai suatu “identitas keberhasilan”, dapat diterapkan pada psikoterapi, konseling, pengajaran, kerja kelompok, konseling perkawinan, pengelolaan lembaga, dan perkembangan masyarakat. Terapi realitas adalah suaru bentuk modifikasi tingkah laku karena, dalam penerapan-penerapan institusionalnya, merupakan tipe pengondisian yang ketat.

a.      Konsep-konsep Utama
Pandangan tentang Sifat Manusia
Pandangan tentang manusia mencakup pernyataan bahwa suatu “kekuatan pertumbuhan” mendorong kita untuk berusaha mencapai suatu identitas keberhasilan. Sebagaimana yang dikatakan oleh Glesser dan Zunin (1973),” kami percaya bahwa masing-masing individu memiliki suatu kekuatan kea rah kesehatan akan pertumbuhan. Pada dasarnya orang-orangingin puas hati dan menikmati suatu identitas keberhasilan, menunjukan tingkah laku yang bertanggung jawab dan memiliki hubungan interpersonal yang penuh makna”. Penderitaan pribadi bisa diubah hanya dengan perubahan identitas. Pandangan terapi realitas menyatakan bahwa, karena individu-individu bisa mengubah cara hidup, perasaan, dan tingkah lakunya, maka mereka pun bisa mengubah identitasnya. Perubahan identitas bergantung pada perubahan tingkah laku.

b.      Ciri-ciri Terapi Realitas
1.      Terapi realitas menolak konsep tentang penyakit mental. Ia berasumsi bahwa bentuk-bentuk gangguan tingkah laku yang spesifik adalah akibat ketidakbertanggungjawaban. Pendekatan ini tidak berurusan dengan diagnosis-diagnosis psikologis. Ia mempersamakan gangguan mental dengan tingkah laku yang tidak bertanggungjawab dan mempersamakan kesehatan mental dengan tingkah laku yang bertanggung jawab.
2.      Terapi realitas berfokus pada tingkah laku sekarang alih-alih pada perasaan-perasaan dan sikap-sikap. Meskipun tidak menganggap perasaan-perasaan dan sikap-sikap itu tidak penting, terapi realitas menekankan kesadaran atas tingkah laku sekarang. Terapis realitas juga tidak bergantung pada pemahaman untuk mengubah sikap-sikap, tetapi menekankan bahwa perubahan sikap mengikuti perubahan tingkah laku.
3.      Terapi realitas berfokus pada saat sekarang, bukan kepada masa lampau. Karena masa lampau seseorang itu telah tetap dan tidak bisa diubah, maka yang bisa diubah  hanyalah saat sekarang dan masa yang akan datang. Terapis terbuka untuk mengeksplorasi segenap aspek dari kehidupan klien sekarang mencakup harapan-harapan, ketakutan-ketakutan dan nilai-nilainya.
4.      Terapi realitas menekankan pertimbangan-pertimbangan nilai. Terapi realitas menempatkan pokok kepentingannya pada peran klien dalam menilai kualitas tingkah lakunya sendiri dalam menentukan apa yang membantu  kegagalan yang dialaminya. Terapi ini beranggapan bahwa perubahan mustahil terjadi tanpa melihat tingkah laku dan membuat beberapa ketentuan mengenai sifat-sifat konstruktif dan desdruktifnya.
5.      Terapi realitas tidak menekankan transferensi. Ia tidak memandang konsep tradisional tentang transferensi sebagai hal yang penting. Ia memandang transferensi sebagai suatu cara bagi terapis untuk tetap bersembunyi sebagai pribadi. Terapi realitas menghimbau agar para terapis menempuh cara beradanya yang sejati, yakni bahwa mereka menjadi diri sendiri, tidak memainkan peran sebagai ayah atau ibu klien.
6.      Terapi realitas menekankan aspek-aspek kesadaran, bukan aspek-aspek ketaksadaran. Terapis realitas memeriksa kehidupan klien sekarang secara rinci dan berpegang pada asumsi bahwa klien akan menemukan tingkah laku sadar yang tidak mengarahkannya pada pemenuhan kebutuhan-kebutuhannya.
7.      Terapi realitas menghapus hukuman. Glasser mengingatkan bahwa pemberian hukuman guna mengubah tingkah laku tidak efektif dan bahwa hukuman untuk kegagalan melaksanakan rencana-rencana mengakibatkan perkuatan identitas kegagalan pada klien dan perusakan hunungan terapeutik.
8.      Terapi realitas menekankan tanggung jawab, belajar tanggung jawab adalah proses seumur hidup. Meskipun kita semua memiliki kebutuhan untuk mencintai dan dicintai serta kebutuhan untuk memiliki rasa berguna, kita tidak memiliki kemampuan bawaan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu.

c.       Proses Terapeutik
Tujuan-tujuan terapeutik
Glasser dan Zunin (1973) sepakat bahwa terapis harus memiliki tujuan-tujuan tertentu bagi klien dalam pikirannya. Akan tetapi, tujuan-tujuan itu harus diungkapkan dari segi konsep tanggung jawab individual alih-alih dari segi tujuan-tujuan behavioral karena klien harus menentukan tujuan-tujuan itu bagi dirinya sendiri. Mereka menekankan bahwa kriteria psikoterapi yang berhasil sangat bergantung pada tujuan-tujuan yang ditentukan oleh klien. Meskipun tidak ada kriteria yang kaku yang pencapaiannya menandai selesainya terapi, kriteria umum mengenai pencapaian tingkah laku yang bertanggung jawabdan pemenuhan tujuan-tujuan klien menunjukan bahwa klien mampu melaksanakan rencana-rencananya secara mandiri dan tidak perlu lagi diberi treatment.

Fungsi dan Peran Terapis
Tugas dasar terapis adalah melibatkan diri dengan klien kemudian membuatnya menghadapi kenyataan. Glaser (1965) merasa bahwa, ketika terapis menghadapi para klien, dia memaksa mereka itu untuk  memutuskan apakah mereka akan atau tidak akan menempuh “jalan jalan yang bertanggung jawab”. Terapis tidak membuat pertimbangan-pertimbangan nilai dan putusan-putusan bagi para klien, sebab tindakan demikian akan menyingkirkan tanggung jawab yang mereka miliki. Tugas terapis adalah bertindak sebagai pembimbing yang membantu klien agar bisa menilai tingkah lakunya sendiri secara realistis.
Menurut Glaser terapis harus bersedia untuk berfungsi sebagai seorang guru dalam hubungannya dengan klien. Ia harus mengajari klien bahwa terapi tidak diarahkan kepada kebahagiaan. Terapis realitas berasumsi bahwa klien menciptakan kebahagiannya sendiri dan bahwa kunci untuk menemukan kebahagiaan adalah bertanggung jawab. 
Fungsi penting lainnya dari terapis realitas adalah memasang batas-batas dalam situasi terapeutik dan batas-batas yang ditempatkan oleh kehidupan seseorang. Selain fungsi-fungsi dan tugas tersebut, kemampuan terapis untuk terlibat dengan klien dianggap paling utama. Glaser (1965) menunjukan bahwa terjadinya keterlibatan antara dua orangyang asing banyak berusrusan dengan kualitas-kualitas yag diperlukan pada terapis. Makin besar derajat pemilihan kualitas-kualitas itu oleh terapis, akan semakin mampu pula dia menciptakan tipe keterlibatan dengan klien yang akan menunjang keberhasilan terapi.

Pengalaman Klien dalam Terapi
Para klien dalam terapi realitas bukanlah orang-orang yang telah belajar dalam menjalani kehidupan secara bertanggung jawab, melainkan orang-orang yang termasuk tidak bertanggung jawab. Meskipun tingkah lakunya tidak layak, tidak realistis, dan tidak bertanggung jawab, tingak laku para klien itu masih merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuha dasar mereka akan cinta dan rasa berguna. Tingak laku mereka itu pun merupakan upaya untuk memperolaeh identitas meskipun boleh jadi “identitas kegagalan”. Perhatian terapeutik diberikan kepada orang yang belum belajar atau kehilangan kemampuan untuk menjalani kehidupan yang bertanggung jawab.
Para klien diharapkan berfokus kepada tingkah laku mereka sekarang alih-alih kepada perasaan dan sikap-sikap mereka. Terapis menantang para klien untuk memandang secara kritis apa yang mereka perbuat dengan kehidupan mereka dan kemudian membuat pertimbangan-pertimbangan nilai yang menyangkut keefektifan tingkah laku mereka dalam mencapai tujuan-tujuan. Karena para klien bisa mengendalikan tingkah lakunya lebih mudah daripada mengendalikan perasaan-perasaan dan pikirannya, maka tingkah laku mereka itu menjadi fokus terapi.
Setelah para klien membuat penilaian tertentu tentang tingkah lakunya sendiri serta memutuskan bahwa mereka ingin berubah, mereka diharapkan membuat rencana-rencana yang spesifik guna mengubah tingkah laku yang gagal menjadi tingkah laku yang berhasil. Para klien harus membuat suatu komitmen untuk melaksanakan rencana-rencana ini, tindakan menjadi keharusan. Mereka tidak bisa menghindari komitmen dengan mempersalahkan, menerangkan, atau memberikan dalih. Mereka harus terlibat aktif dalam pelaksanaan kontrak-kontrak terapi mereka sendiri secara beratnggung jawab apabila ingin mencapai kemajuan.

d.      Penerapan: Teknik-teknik dan Prosedur-prosedur Terapeutik
Teknik-teknik dan Prosedur-prosedur Utama
Corey (2013) menyatakan bahwa terapi realitas bisa ditandai sebagai terapi yang aktif secara verbal. Prosedur-prosedurnya difokuskan pada kekuatan-kekuatan dan potensi-potensi klien yang dihubungkan dengan tingkah lakunya sekarang dan usahanya untuk mencapai keberhasilan dalm hidup. Dalam membantu klien untuk menciptakan identitas keberhasilan, terapis bisa menggunakan beberapa teknik sebagai berikut:
1)      terlibat dalam permainan peran dengan klien;
2)      menggunakan humor;
3)      mengonfrontasikan klien dan menolak dalih apapun;
4)      membantu klien dalam merumuskan rencana-rencana yang spesifik bagi tindakan;
5)      bertindak sebagai model dan guru;
6)      memasang batas-batas dan menyusun situasi terapi;
7)      menggunakan “terapi kejutan verbal” atau sarkasme yang layak untuk mengonfrontasikan klien  dengan tingkkah lakunya yang tidak realistis;
8)      melibatkan diri dengan klien dalam upayanya mencari kehidupan yang lebih efektif.

Sumber :
Buwono, S. (2007). Pengembangan collaborative classroom (model pembelajaran terapi realitas pascakonflik menumbuhkan rasa percaya diri dan kebersamaan siswa). Jurnal Cakrawala Kependidikan. Vol. 5, No. 1, 29-38.
Corey, G. (2013). Teori dan praktek konseling & psikoterapi. (terjemahan: E. Koswara). Bandung: PT. Refika Aditama.
Glasser, W. (1965). Reality therapy. New York: Harper & Row.
Glaser, W., & L Zunin. (1973). “Reality therapy”, In R. Corsini (Ed), current psychotherapies. Itasca, III: Peacock.
Ilham. (2015). Rizki membunuh adiknya untuk perkuat ilmu hitam. Diakses: 27 Juni 2015. http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/hukum/15/06/27/nqljgz-rizki-membunuh-adiknya-untuk-perkuat-ilmu-hitam


Jumat, 26 Juni 2015

Tugas Portofolio 4



NAMA KELOMPOK:
   1.            Amalia Kusuma Wardhani (10512682)
   2.            Sharah Hanifah (16512958)
   3.            Muhamad Burhan Adli (14512701)
   4.            Yanuar Dimas (1C514354)
Kelas   : 1PA18
Tugas Portofolio 4
Pengembangan Kreativitas dan Keberbakatan

Pembelajaran Anak Berbakat

1.            Ciri – ciri anak berbakat
Prof. Utami Munandar dalam bukunya, mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah, menuliskan indikator keberbakatan sebagai berikut:

a)      Ciri-ciri Intelektual/Belajar:
Mudah menangkap pelajaran, ingatan baik, perbendaharaan kata luas, penalaran tajam (berpikir logis-kritis, memahami hubungan sebab-akibat), daya konsentrasi baik (perhatian tak mudah teralihkan), menguasai banyak bahan tentang berbagai topik, senang dan sering membaca, ungkapan diri lancar dan jelas, pengamat yang cermat, senang mempelajari kamus maupun peta dan ensiklopedi. Cepat memecahkan soal, cepat menemukan kekeliruan atau kesalahan, cepat menemukan asas dalam suatu uraian, mampu membaca pada usia lebih muda, daya abstraksi tinggi, selalu sibuk menangani berbagai hal.

b)     Ciri-ciri Kreativitas:
Dorongan ingin tahunya besar, sering mengajukan pertanyaan yang baik, memberikan banyak gagasan dan usul terhadap suatu masalah, bebas dalam menyatakan pendapat, mempunyai rasa keindahan, menonjol dalam salah satu bidang seni, mempunyai pendapat sendiri dan dapat mengungkapkannya serta tak mudah terpengaruh orang lain, rasa humor tinggi, daya imajinasi kuat, keaslian (orisinalitas) tinggi (tampak dalam ungkapan gagasan, karangan, dan sebagainya. Dalam pemecahan masalah menggunakan cara-cara orisinal yang jarang diperlihatkan anak-anak lain), dapat bekerja sendiri, senang mencoba hal-hal baru, kemampuan mengembangkan atau memerinci suatu gagasan (kemampuan elaborasi)

c)      Ciri-ciri Motivasi:
Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus-menerus dalam waktu lama, tak berhenti sebelum selesai), ulet menghadapi kesulitan (tak lekas putus asa), tak memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi, ingin mendalami bahan/bidang pengetahuan yang diberikan, selalu berusaha berprestasi sebaik mungkin (tak cepat puas dengan prestasinya), menunjukkan minat terhadap macam-macam masalah “orang dewasa” (misalnya terhadap pembangunan, korupsi, keadilan, dan sebagainya).
Senang dan rajin belajar serta penuh semangat dan cepat bosan dengan tugas-tugas rutin, dapat mempertahankan pendapat-pendapatnya (jika sudah yakin akan sesuatu, tak mudah melepaskan hal yang diyakini itu), mengejar tujuan-tujuan jangka panjang (dapat menunda pemuasan kebutuhan sesaat yang ingin dicapai kemudian), senang mencari dan memecahkan soal-soal.
Hal ini menunjuk pada semangat dan motivasi untuk mengerjakan danmenyelesaikan suatu tugas. Suatu pengikatan diri dari dalam diri.Adapun ciri-ciri keberbakatan yang telah memiliki korelasi yang signifikandengan tiga aspek tersebut (Balitbang Depdikbud, 1986) sebagai berikut:Lancar berbahasa (mampu mengutarakan pemikirannya),Memiliki rasa ingin tahu yang besar terhadap ilmu pengetahuan, Memiliki kemampuan yang tinggi dalam berpikir logis dan kritis, Mampu belajar atau bekerja secara mandiri, Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa),  Mempunyai tujuan yang jelas dalam tiap kegiatan atau perbuatannya,  Cermat atau teliti dalam mengamati, Memiliki kemampuan memikirkan beberapa macam pemecahan masalah,  Mempunyai minat yang luas, Mempunyai daya imajinasi yang tinggi,  Belajar dengan mudah dan cepat,  Mapu mengemukakan dan mempertahankan pendapat, Mampu berkonsentrasi,  Tidak memerlukan dorongan (motivasi) dari luarBentuk-bentuk penyelenggaraan program percepatan belajar,
Ditinjau dari bentuk penyelenggaraan dapat dibedakan menjadi tiga jenis (Clark, 1983) sebagaiberikut:
·         Sekolah khususYaitu semua siswa yang belajar di sekolah ini adalah siswa yang memilikipotensi kecerdasan dan bakat istimewa
·         Kelas khususYaitu siswa yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa belajardalam kelas khusus.
·         Kelas regular yaitu siswa yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa tetapberada bersama-sama dengan siswa lainnya di kelas regular (model inklusi), bentuk penyelenggaraan pada kelas regular dapat dilakukan dengan model sebagai berikutnya. Kelas regular dengan kelompok (cluster).

2.            Implikasi dalam Pembelajaran (Teori Barbe dan Renzuli )
Menurut definisi yang dikemukakan Joseph Renzulli (1978), anak berbakat memiliki pengertian, “Anak berbakat merupakan satu interaksi diantara tiga sifat dasar manusia yang menyatu ikatan terdiri dari kemampuan umum dengan tingkatnya di atas kemampuan rata- rata, komitmen yang tinggi terhadap tugas dan kreativitas yang tinggi.
·         High Potential Ability (Kecerdasan Tinggi) Standard yang ditetapkan untuk anak berbakat oleh Diknas tahun 2003 adalah 140 . Kalau hasil tes menunjukkan IQ anak mencapai 140 ke atas, maka anak itu otomatis disebut gifted child. Tetapi kemudian muncul pembagian tertentu untuk anak berbakat dilihat dari IQnya. Keberbakatan ringan (IQ 115 – 129), keberbakatan sedang (IQ 130 – 144), keberbakatan tinggi (IQ 145 ke atas).
·         Task Commitment adalah sejauh mana tanggung jawab dalam meyelesaikan tugas. Tidak hanya tugas dari sekolah tapi juga tugas di rumah. Task commitment dapat diukur melalui tes tertentu yang hanya boleh dilakukan oleh psikolog. Task commitment ini mencakup tanggung jawab, motivasi, keuletan, kepercayaan diri, memiliki tujuan yang jelas sebelum melakukan sesuatu dan kemandirian.
·         Kreativitas bisa diartikan sebagai kemampuan untuk menciptakan hal-hal baru atau kemampuan untuk membuat kombinasi-kombinasi baru dari yang sudah ada. Kreativitas dapat dinilai dari 4 hal, produk, pribadi, proses dan pencetus / penghambat. Suatu produk dikatakan kreatif kalau produk itu baru, berbeda dari yang sudah ada, lebih baik dari yang lain dan tentu saja berguna. Sifat pribadi kreatif yang lain adalah terbuka pada hal-hal baru, punya rasa ingin tau yang besar, ulet, mandiri, berani mengambil resiko, berani tampil beda, percaya diri dan humoris.
Anak berbakat ialah anak yang memiliki kecakapan dalam mengembangkan gabungan ketiga sifat ini dan mengaplikasikan dalam setiap tindakan yang bernilai. Anak-anak yang mampu mewujudkan ketiga sifat itu masyarakat memperoleh kesempatan pendidikan yang luas dan pelayanan yang berbeda dengan program-program pengajaran yang reguler (Swssing, 1985).
Pengertian lain menyebutkan bahwa anak gifted adalah anak yang mempunyai potensi unggul di atas potensi yang dimiliki oleh anak-anak normal. Para ahli dalam bidang anak-anak gifted memiliki pandangan sama ialah keunggulan lebih bersifat bawaan dari pada manipulasi lingkungan sesudah anak dilahirkan.
Anak yang memiliki bakat istimewa sering kali memiliki tahap perkembangan yang tidak serentak. Ia dapat hidup dalam berbagai usia perkembangan, misalnya: anak berusia tiga tahun, jika sedang bermain ia terlihat seperti anak seusianya, tetapi jika sedang membaca ia menampilkan sikap seperti anak berusia 10 tahun, jika mengerjakan soal matematika ia seperti anak berusia 12 tahun, dan jika berbicara seperti anak berusia lima tahun.
Perlu dipahami adalah bahwa anak berbakat umumnya tidak hanya belajar lebih cepat, tetapi juga sering menggunakan cara yang berbeda dari teman-teman seusianya. Hal ini tidak jarang membuat guru di sekolah mengalami kewalahan, bahkan sering merasa terganggu dengan anak-anak seperti itu. Di samping itu anak berbakat istimewa biasanya memiliki kemampuan menerima informasi dalam jumlah yang besar sekaligus. Jika ia hanya mendapat sedikit informasi maka ia akan cepat menjadi “kehausan” akan informasi.
Implikasi bagi guru anak berbakat disimpulkan oleh Barbie dan Renzulli (1975) sebagai  berikut :
·         guru perlu memahami diri sendiri, karena anak yang belajar tidak hanya dipengaruhi oleh apa yang dilakukan guru, tetapi juga bagaimana guru melakukannya.
·         guru perlu memiliki pengertian tentang keterbakatan
·         guru hendaknya mengusahakan suatu lingkungan belajar sesuai dengan perkembangan yang unggul dari kemampuan-kemampuan anak
·         Guru memberikan tantangan daripada tekanan
·         Guru tidak hanya memperhatikan produk atau hasil belajar siswa, tetapi lebih-lebih proses belajar.
·         Guru lebih baik memberikan umpan balik daripada penilaian harus menyediakan beberapa alternatif strategi belajar
·         Guru hendaknya dapat menciptakan suasana di dalam kelas yang menunjang rasa harga diri anak serta dimana anak merasa aman dan berani mengambil resiko dalam menentukan pendapat dan keputusan.

Peran Orang Tua dalam Memupuk Bakat dan Kreativitas Anak.
Orang tua yang bijaksana dapat membedakan antara memberi perhatian terlalu banyak atau terlalu sedikit, antara memberi kesempatan kepada anak untuk mengembangkan bakat dan minatnya dan memberi tekanan untuk berprestasi semaksimal mungkin.
Ada beberapa hal yang memudahkan orang tua agar lebih mantap dalam menghadapi dan membina anak berbakat (Ginsberg dan Harrison, 1977; Vernon, 1977) diantaranya adalah:
  • anak berbakat itu tetap anak dengan kebutuhan seorang anak. Jika ada anak-anak lain dalam keluarga, janganlah membandingkan anak berbakat dengan kakak-adiknya atau sebaliknya.
  • Sempatkan diri untuk mendengarkan dan menjawab pertanyaan-pertanyaannya
  • Berilah kesempatan seluas-luasnya untuk memuaskan rasa ingin tahunnya dengan menjajaki macam-macam bidang, namun jangan memaksakan minat-minat tertentu.
  • Berilah kesempatan jika anak ingin mendalami suatu bidang, karena belum tentu kesempatan itu ada di sekolah.
  • Kerjasama Antara Keluarga, Sekolah dan Masyarakat
Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama keluarga (orang tua), sekolah, dan masyarakat. Keluarga dan sekolah dapat bersama-sama mengusahakan pelayanan pendidikan bagi anak berbakat, misalnya dalam memandu dan memupuk minat anak. Tokoh-tokoh dalam masyarakat dapat menjadi “tutor” untuk anak berbakat yang mempunyai minat yang sama.

3.            Kurikulum Berdiferensiasi untuk Anak Berbakat
Untuk melayani kebutuhan pendidikan anak berbakat perlu di usahakan pendidikan yang berdiferensiasi, ya itu yang memberi pengalaman pendidikan yang di sesuaikan dengan minat dan kemampuan intelektual, siswa (Ward, 1980)
 Bagaimana kurikulum dapat dideferensiasi untuk siswa berbakat ?
a.       Materi (konten) yang di percepat atau yang lebih maju
b.      Pemahaman yang lebih majemuk dari generalisasi , asas, teori, dan struktur dari bidang materi
c.       Bekerja dengan konsepdan proses pemikiran yang abstrak
d.      Tingkat dan jenis sumber yang di guakan untuk memperoleh informasi dan keterampilan
e.       Waktu belajar untuk tugas rutin dapat di percepat, dan waktu untuk mendalamisuatu topik atau bidang dapat lebih lama
f.       Mencipta informasi dan/atau produk baru
g.      Memindahkan pembelajaran ke bidang bidang lain yang lebih menantang
h.      Pengembangan diri pertumbuhan pribadi dalam sikap, perasaan, dan apresiasi.
i.        Kemandirian dalam berfikir dan belajar.


Tiga hal yang membedakan penerapan kurikulum berdiferensiasi dengan kurikulum umum:
  1. Konten. Muatan atau materi yang diberikan kepada anak berbekat berbeda-beda sesuai dengan minat dan kemampuan anak.
  2. Proses. Proses belajar anak berbakat, entah itu waktu maupun caranya, dibedakan dengan anak umumnya sesuai dengan tingkat kemampuan anak.
  3. Produk. Dalam hal penugasan, anak berbakat diberikan beban produk yang lebuh rumit dan kompleks daripada anak umum. Produk belajar itu sendiri dapat berupa lisan, tulisan, ataupun benda.

Sumber :