Selasa, 08 April 2014

Tugas Kesehatan Mental 2



NAMA : AMALIA KUSUMA W
NPM    : 10512682
KELAS  : 2PA12



PENYESUAIAN DIRI, PERTUMBUHAN PERSONAL DAN STRESS



1)  PENYESUAIAN DIRI DAN PERTUMBUHAN PERSONAL
A.    PENYESUAIAN DIRI
Arti Penyesuaian Diri
                Penyesuaian diri (adjustment) merupakan suatu istilah yang sangat sulit didefinisikan karena (1) penyesuaian diri mengandung banyak arti, (2) criteria untuk menilai penyesuaian diri tidak dapat dirumuskan secara jelas, dan (3) penyesuaian diri (adjustment) dan lawannya ketidakmampuan menyesuaikan diri (maladjustment) memiliki batas yang sama sehingga akan mengaburkan perbedaan diantara keduanya. Dengan demikian, apabila kita mau menghilangkan kekacauan atau salah pengertian mengenai apa itu penyesuaian diri, maka kita harus tahu konsep-konsep dasarnya.

Penyesuaian Diri sebagai Adaptasi
                Secara historis arti istilah “penyesuaian diri” sudah mengalami banyak perubahan. Karena kuatnya pengaruh pemikiran evolusi pada psikologi, maka penyesuaian diri disamakan dengan adaptasi, yaitu proses dimana organism yang agak sederhana mematuhi tuntutan-tuntutan lingkungan. Meskipun ada persamaan diantara kedua istilah tersebut, namun penyesuaian diri yang kompleks tidak cocok dengan konsep adaptasi biologis yang sederhana. Erich Fromm dalam bukunya, Escape from Freedom, (Fromm, 1941) mengemukakan konsep adaptasi yang menarik dan berguna yang mendekati ide penyesuaian diri. Fromm membedakan apa yang dinamakannya adaptasi statis dan adaptasi dinamik. Ia menggunakan adaptasi statis untuk menyebut perubahan kebiasaan yang relatif sederhana, misalnya orang berpindah dari satu kota kekota yang lain. Sedangkan adaptasi dinamik adalah sistuasi dimana seseorang menerima hal-hal meskipun menyakitkan, misalnya seorang anak laki-laki tunduk kepada perintah ayah yang keras dan mengancam. Fromm menafsirkan neurosis sebagai respons dinamik, adaptasi yang sama dengan penyesuaian diri.

Penyesuaian Diri dan Individualitas
                Dalam mendefinisikan penyesuaian diri, kita tidak boleh melupakan perbedaan –perbedaan individual. Anak yang sangat cerdas atau genius tidak sesuai dengan pola “normal”, baik dalam kapasitas maupun dalam tingkah lakunya, tetapi kita tidak dapat menyebutnya sebagai orang yang tidak dapat menyesuaikan diri. Sering kali norma-norma sosial dan budaya begitu kaku untuk dituruti dengan baik. Misalnya, sering terjadi dibeberapa Negara, warga Negara menolak undang-undang abortus atau sterilisasi yang dikeluarkan oleh Negara. Orang yang tidak dapat menerima undang-undang ini, tidak dapat tidak dapat dianggap sebagai orang yang tidak dapat menyesuaikan diri.

Penyesuaian Diri sebagai Penguasaan
                Penyesuaian diri yang baik kelihatannya mengandung suatu tingkat penguasaan yang baik pula, yaitu kemampuan untuk merencanakan atau mengatur respons-respons pribadi sedemikian rupa sehingga konflik-konflik, kesulitan-kesulitan dan frustasi-frustasi akan hilang dengan munculnya tingkah laku yang efisien atau yang menguasai. Gagasan ini jelas berguna tetapi tidak memperhitungkan kelemahan-kelemahan individual. Kebanyakan orang tidak memiliki kemampuan yang dituntut oleh penguasaan itu. pemimpin-pemimpin, orang-orang ang genius, dan orang-orang yang IQ-nya diatas rata-rata mungkin diharapkan memperlihatkan penguasaan yang luar biasa itu, tetapi meskipun demikian orang-orang ini pun sering mengalami kegagalan. Ini justru mengingatkan kita bahwa setiap orang memiliki tingkat penyesuaian dirinya sendiri, yang ditentukan oleh kapasitas-kapasitas bawaan, kecenderungan-kecenderungan yang diperoleh, dan pengalaman.

Definisi Penyesuaian Diri
                Dari segi pandangan psikologis, penyesuaian diri memiliki banyak arti, seperti pemuasan kebutuhan, keterampilan dalam menangani frustasi dan konflik, ketenangan pikiran/jiwa, atau bahkan pembentukan simtom-simtom. Itu berarti belajar bagaimana bergaul dengan baik dengan orang lain dan bagaimana menghadapi tuntutan-tuntutan pekerjaan. Tyson menyebut hal-hal seperti kemampuan untuk beradaptasi, kemampuan berafeksi, kehidupan yang seimbang, kemampuan untuk mengambil keuntungan dari pengalaman, toleransi terhadap frustasi, humor, sikap yang tidak ekstrem, objektivitas, dan lain-lain (Tyson, 1951).
                Kita tidak dapat mengatakan bahwa penyesuaian diri itu baik atau buruk. Kita hanya dapat mengatakan bahwa penyesuaian diri adalah cara individual atau khusus organismedalam bereaksi terhadap tuntutan-tuntutan dari dalam atau situasi-situasi dari luar. Untuk beberapa orang mungkin reaksi ini bisa efisien, sehat atau memuaskan. Sementara untuk orang lain reaksi ini melumpuhkan, tidak efektif, atau bahkan patologik.
                Jadi, kita dapat mendefinisikan dengan sederhana, bahwa penyesuaian diri itu adalah suatu proses yang melibatkan respons-respons mental dan tingkah laku yang menyebabkan individu berusaha menanggulangi kebutuhan-kebutuhan, tegangan-tegangan, frustasi-frustasi, dan konflik-konflik batin serta menyelaraskan tuntutan-tuntutan batin ini dengan tuntutan-tuntutan yang dikenakan kepadanya oleh dunia dimana ia hidup. Dalam arti ini, kebanyakan respons cocok dengan konsep penyesuaian diri.

Konsep Penyesuaian Diri yang Baik
                Apa itu penyesuaian diri yang baik? Pasti itu yang ada dibenak kita setelah kita mendengar konsep penyesuaian diri yang baik. Orang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik adalah orang yang memiliki respons-respons yang matang, efisien, memuaskan dan sehat. Sebaliknya, orang yang neurotic adalah orang yang sangat tidak efisien dan tidak pernah menangani tugas-tugas secara lengkap.
                Istilah “sehat” berarti respons yang baik untuk kesehatan, yakni cocok dengan kodrat manusia, dalam hubungannya dengan orang lain dan dengan tanggung jawabnya. Kesehatan merupakan cirri yang sangat khas dalam penyesuaian diri yang baik. singkatnya, meskipun memiliki kekurangan-kekurangan kepribadian, ornag yang dapat menyesuaikan diri dengan baik dapat bereaksi secara efektif terhadap situasi-situasi yang berbeda, dapat memecahkan konflik-konflik, frustasi-frustasi dan masalah-masalah tanpa menggunakan tingkah laku yang simtomatik. Karena itu, ia relative bebas dari simtom-simtom, seperti kecemasan kronis, obsesi, atau gangguan-gangguan psikofisiologis (psikosomatik). Ia menciptakan dunia hubungan antarpribadi dan kepuasan-kepuasan yang ikut menyumbangkan kesinambungan pertumbuhan kepribadian.

Penyesuaian Diri adalah Relatif
                Penyesuaian diri seperti yang telah dirumuskan diatas adalah relatif karena tidak ada orang yang dapat menyesuaikan diri secara sempurna. Penyesuaian diri harus dinilai berdasarkan kapasitas individu untuk mengubah dan menanggulangi tuntutan-tuntutan yang dihadapi dan kapasitas ini berbeda-beda menurut kepribadian dan tingkat perkembangan.
                Penyesuaian diri juga bersifat relatif karena berbeda-beda menurut norma-norma sosial dan budaya, serta individu itu sendiri pun berbeda-beda dalam bertingkah laku. Bahkan orang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik kadang-kadang merasa bahwa ia menghadapi situasi atau masalah yang melampaui kemampuannya untuk menyesuaikan diri.

Penyesuaian Diri versus Moralitas
                Pemakaian baik dan buruk menempatkan seorang psikolog dalam ilmu kesehatan mental dalam posisi untuk membuat penilaian terhadap tingkah laku yang sebenarnya diharapkan tidak dilakukan oleh seorang ilmuwan. Tetapi dapat dikemukakan di sini bahwa keputusan untuk menilai bukan sesuatu yang khas bagi bidang ilmu moral atau etika. Setiap orang dapat berbicara tentang kesehatan yang baik dan buruk, atau cuaca yang baik atau buruk dengan tidak memperhatikan pandangan moral atau etika. Kita tidak melihat tingkah laku yang tidak dapat menyesuaikan diri sebagai sesuatu yang secara moral buruk atau juga orang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik sabagai teladan kebajikan yang sempurna. Kemampuan menyesuaikan diri tidak dapat disamakan dengan kebajikan, atau ketidakmampuan menyesuaikan diri disamakan dengan dosa. (Mowrer, 1960). Tetapi sering kali terjadi bahwa imoralitas merupakan akar dari ketidakmampuan menyesuaikan diri dan sudah pasti penyesuaian diri yang sehat dalam pengertian yang sangat luas harus juga mencakup kesehatan moral.

B. PERTUMBUHAN PERSONAL

a) Penekanan pertumbuhan, penyesuain diri dan pertumbuhan
Pertumbuhan adalah perubahan secara fisiologis sebagai hasil dariproses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal padaanak yang sehat pada waktu yang normal. Pertumbuhan dapat juga diartikansebagai proses transmisi dari konstitusi fisik (keadaan tubuh atau keadaanjasmaniah)
yang herediter dalam bentuk proses aktif secaraberkesinambungan. Jadi, pertumbuhan berkaitan dengan perubahan kuantitatifyang menyangkut peningkatan ukuran dan struktur biologis.
Secara umum konsep perkembangan dikemukakan oleh Werner (1957)bahwa perkembangan berjalan dengan prinsip orthogenetis, perkembangan berlangsung dari keadaan global dan kurang berdiferensiasi sampai keadaan di mana diferensiasi, artikulasi, dan integrasi meningkat secara bertahap. Proses diferensiasi diartikan sebagai prinsip totalitas pada diri anak. Dari penghayatan totalitas itu lambat laun bagian-bagiannya akan menjadi semakin nyata dan bertambah jelas dalam kerangka keseluruhan.

b)  Variasi dalam pertumbuhan
Tidak selamanya individu berhasil dalam melakukan penyesuaian diri, karena kadang-kadang ada rintangan-rintangan tertentu yang menyebabkan tidak berhasil melakukan penyesuaian diri. Rintangan-rintangan itu mungkin terdapat dalam dirinya atau mungkin diluar dirinya.

c)  Kondisi-kondisi untuk bertumbuh
Kondisi jasmaniah seperti pembawa dan strukrur atau konstitusi fisik dan temperamen sebagai disposisi yang diwariskan, aspek perkembanganya secara intrinsik berkaitan erat dengan susunan atau konstitusi tubuh. Shekdon mengemukakan bahwa terdapat kolerasi yang tinggi antara tipe-tipe bentuk tubuh dan tipe-tipe tempramen (Surya, 1977). Misalnya orang yang tergolong ekstomorf yaitu yang ototnya lemah, tubuhnya rapuh, ditandai dengan sifat-sifat menahan diri, segan dalam aktivitas sosial, dan pemilu. Karena struktur jasmaniah merupakan kondisi primer bagi tingkah laku maka dapat diperkirakan bahwa sistem saraf, kelenjar, dan otot merupakan faktor yang penting bagi proses penyesuaian diri. Beberapa penelitian menunjukan bahwa gangguan dalam sisitem saraf, kelenjar, dan otot dapat menimbulkan gejala-gejala gangguan mental, tingkah laku, dan kepribadian. Dengan demikian, kondisi sistem tubuh yang baik merupakan syaraf bagi tercapainya proses penyesuaian diri yang baik. Disamping itu, kesehatan dan penyakit jasmaniah juga berhubungan dengan penyesuaian diri, kualitas penyesuaian diri yang baik hanya dapat diperoleh dan dipelihara dalam kondisi kesehatan jasmaniah yang baik pula. Ini berarti bahwa gangguan penyakit jasmaniah yang diderita oleh seseorang akan mengganggu proses penyesuaian dirinya.

d)  Fenomenologi pertumbuhan
Fenomenologi memandang manusia hidup dalam “dunia kehidupan” yang dipersepsi dan diinterpretasi secara subyektif. Setiap, orang mengalami dunia dengan caranya sendiri. “Alam pengalaman setia orang berbeda dari alam pengalaman orang lain.” (Brouwer, 1983:14 Fenomenologi banyak mempengaruhi tulisan-tulisan Carl Rogers, yang boleh disebut sebagai-_Bapak Psikologi Humanistik. Carl Rogers menggarisbesarkan pandangan Humanisme sebagai berikut (kita pinjam dengan sedikit perubahan dari Coleman dan Hammen,1974:33).


2) STRESS
A.     Arti Penting Stress
Stress menurut Hans Selye 1976 merupakan respon tubuh yang bersifat tidak spesifik terhadap setiap tuntutan atau beban atasnya. Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan stress apabila seseorang mengalami beban atau tugas yang berat tetapi orang tersebut tidak dapat mengatasi tugas yang dibebankan itu, maka tubuh akan berespon dengan tidak mampu terhadap tugas tersebut, sehingga orang tersebut dapat mengalami stress. Respons atau tindakan ini termasuk respons fisiologis dan psikologis.

B.      Tipe-tipe Stress Psikologis
1. Tekanan : hasil hubungan antara peristiwa-peristiwa persekitaran dengan individu. Paras tekanan yang dihasilkan akan bergantung kepada sumber tekanan dan cara individu tersebut bertindak balas. Tekanan mental adalah sebagian daripada kehidupan harian. Ia merujuk kepada kaedah yang menyebabkan ketenangan individu terasa di ancam oleh peristiwa persekitaran dan menyebabkan individu tersebut bertindak balas. Anda boleh mengalami tekanan ketika di tempat kerja, menyesuaikan diri dengan persekitaran baru, atau melalui hubungan sosial. Tekanan mental yang sederhana boleh menjadi pendorong kepada satu-satu tindakan dan pencapaian tetapi kalau tekanan mental anda itu terlalu tinggi, ia boleh menimbulkan masalah sosial dan seterusnya menggangu kesehatan anda.
2. Frustasi : adalah suatu harapan yang diinginkan dan kenyataan yang terjadi tidak sesuai dengan yang diharapkan.
3. Konflik : Berasal dari kata kerja latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
4. Kecemasan : Banyak pengertian/definisi yang dirumuskan oleh para ahli dalam merumuskan pengertian tentang kecemasan. Beberapa ahli yang mencoba untuk mengemukakan definisi kecemasan, antara lain.
  • Maramis (1995) menyatakan bahwa kecemasan adalah suatu ketegangan, rasa tidak aman, kekhawatiran, yang timbul karena dirasakan akan mengalami kejadian yang tidak menyenangkan.
  • Lazarus (1991) menyatakan bahwa kecemasan adalah reaksi individu terhadap hal yang akan dihadapi. Kecemasan merupakan suatu perasaan yang menyakitkan, seperti kegelisahan, kebingungan, dan sebagainya, yang berhubungan dengan aspek subyektif emosi. Kecemasan merupakan gejala yang biasa pada saat ini, karena itu disepanjang perjalanan hidup manusia, mulai lahir sampai menjelang kematian, rasa cemas sering kali ada.
  • Saranson dan Spielberger (dalam Darmawanti 1998) menyatakan bahwa kecemasan merupakan reaksi terhadap suatu pengalaman yang bagi individu dirasakan sebagai ancaman. Rasa cemas adalah perasaan tidak menentu, panik, takut, tanpa mengetahui apa yang ditakutkan dan tidak dapat menghilangkan perasaan gelisah dan rasa cemas tersebut.
  • Tjakrawerdaya (1987) mengemukakan bahwa kecemasan atau anxietas adalah efek atau perasaan yang tidak menyenangkan berupa ketegangan, rasa tidak aman dan ketakutan yang timbul karena dirasakan akan terjadi sesuatu yang mengecewakan tetapi sumbernya sebagian besar tidak disadari oleh yang bersangkutan.

C.      Symptom-reducing responses terhadap stress
a.       Mekanisme pertahanan diri
 Sigmund Freud memperkenalkan istilah mekanisme pertahanan diri (defense mechanism). Mekanisme pertahanan disi adalah strategi yang tidak disadari untuk mengatasi emosi negatif. Strategi ini tidak mengurangi rasa stres melainkan memikirkan situasi yang sedang terjadi. Defense mechanism dilakukan secara tidak sadar apabila dilakukan secara berlebihan akan berubah menjadi perilaku yang disadari tetapi bersifat mal adaptif. Berikut ini adalah jenis-jenis defense mechanism : 
  • Represi, dalam represi impuls yang menimbulkan rasa malu, rasa bersalah, atau perasaan ingin mencela diri sendiri akan ditekan masuk ke dalam pikiran bawah sadar.  
  • Rasionalisasi, disini tidak diartikan berfikir secara rasional melainkan menggunakan motif yang dapat diterima oleh logika yang dilakukan sedemikian rupa sehingga terlihat seperti bertindak secara rasional. Tujuan rasionalisasi dalam menghadapi stres adalah menghilangkan kekecewaan saat kita gagal mencapai apa yang kita inginkan dan merasionalisasikan apa yang telah kita lakukan untuk menempatkan perilaku kita dalam pandangan yang lebih menguntungkan. 
  • Pembentukkan reaksi adalah melakukan sesuatu yang berlawanan dengan apa yang sebenarnya. Misalnya, seorang ibu muda yang sebenarnya belum siap untuk memiliki anak menunjukkan perhatian dan kasih sayangnya secara berlebihan untuk meyakinkan bahwa ia adalah ibu yang baik.
  • Proyeksi adalah menutupi kekurangan dalam diri dengan mencari "kambing hitam" untuk kekurangan tersebut atau dengan kata lain menempatkan kekurangan yang dimiliki dalam diri kepada orang lain.
  • Penyangkalan adalah upaya untuk menolak kenyataan negatif pada diri. Misalnya penolakkan kenyataan bahwa pasangan berselingkuh. Bentuk penyangkalan yang terlalu ekstrim/berlebihan akan membuat seseorang menjadi "kebal" terhadap kritikan tentang dirinya.
  • Intelektualisasi adalah upaya positif yang dilakukan dalam menghadapi stres. Intelektualisasi dilakukan dengan menggunakan istilah yang abstrak dan intelektual. Cara ini sering dilakukan oleh orang yang harus menghadapi kondisi mendesak dalam pekerjaannya. Contohnya adalah saat seorang psikolog menggunakan istilah psikologi untuk menyembuhkan pasiennya padahal tidak semua orang mengetahui istilah tersebut.
  • Pengalihan, metode pertahanan diri ini dianggap dapat menurunkan tingkat kecemasan dan dapat memuaskan motif yang tidak dapat diterima dengan cara mengalihkannya ke tempat lain. Misalnya, dorongan seksual yang tidak sesuai dengan situasinya akan dialihkan dengan berolahraga.
b.      Strategi Coping

Selain cara-cara dalam mekanisme pertahanan diri juga ada strategi coping dalam menghadapi stres. Coping adalah kemampuan mengatasi masalah. Ada banyak jenis coping, bahkan para ahli pun memiliki pandangan yang berbeda mengenai coping.  Secara umum coping dibagi menjadi dua bentuk yaitu Strategi terfokus masalah (Problem Focus Coping) dan Strategi terfokus emosi (Emotional Focus Coping).  Problem Focus Coping adalah upaya yang terfokus secara spesifik pada masalah yang telah terjadi sambil mencoba untuk mencari penyelesaiannya. Cara yang biasa dilakukannya adalah menentukan masalah, mencari pemecahan alternatif, menimbang pemecahan alternatif yang terbaik, memilih pemecahan terbaik dan mengaplikasikannya pada masalah yang terjadi. Sementara Emotional Focus Coping adalah upaya untuk mencegah emosi negatif menguasi diri. Terdapat perbedaan pandangan dalam mengkatagorikan Emotional focus copingdibagi ke dalam dua kategori yaitu strategi perilaku (latihan fisik untuk mengalihkan masalah) dan strategi kognitif (menyingkirkan pikiran tentang masalah tersebut untuk sementara) (Moss, 1988 dalam Atkinson 1993 : 370) dan pandangan lain membagi emotional focus coping ke dalam strategi perenungan (mengisolasi diri untuk merenungkan betapa buruknya emosi kita), strategi pengalihan (melibatkan diri dalam aktivitas yang menyenangkan) dan strategi penghindaran negatif (mengalihkan emosi kita pada aktivitas yang memberatkan mood atau menantang) (Nolen - Hoeksema dalam Atkinson 1993 : 380).


  Berikut ini adalah beberapa macam coping menurut tokoh lainnya
1)      Lazzarus
 Lazzarus membagi coping kedalam dua bentuk, yaitu :
A)      Tindakan langsung (Direct Action)
yaitu usaha tingkah laku yang dijalankan oleh individu untuk mengatasi tantangan dengan mengubah hubungan yang bermasalah dengan lingkungan. Tindakan langsung ini dibagi menjadi empat macam :

§  Mempersiapkan diri menghadapi luka  :  individu melakukan langkah aktif untuk mengurangi luka serta tindakan antisipasi.
§  Agresi  :  tindakan menyerang agen yang dinilai mengancam.
§  Penghindaran  :  melarikan diri dari situasi yang mengancam.
§  Apati  :  tidak bergerak dan melalukan apapun sebagai upaya menghindari masalah atau dengan kata lain menerima dengan pasrah hal yang akan mengancam.

         B) Peredaan (Palliation)
Lebih mengacu pada usaha untuk mengurangi atau menoleransi tekanan-tekanan kebutuhan/fisik. Jenis coping ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
§  Diarahkan pada gejala (Symptom Directed Modes)  :  jenis coping ini dilakukan dengan cara mengurangi gangguan yang berhubungan dengan emosi-emosi yang disebabkan oleh tekanan.
§  Cara intrapsikis (Intrapsychic  Modes)  :  coping ini serupa dengan cara-cara yang terdapat di mechanism defenses.

        2)   Harber & Runyon
              Harber dan Runyon mengemukakan jenis-jenis coping yang konstruktif, yaitu :
§  Penalaran  :  penggunaan kemamouan kognitif untuk mencari berbagai alternatif penyelesaian masalah.
§  Objektifitas  :  kemampuan membedakan komponen emosional dan logis dalam berfikir dan bertingkahlaku.
§  Konsentrasi  :  kemampuan untuk memusatkan perhatian secara penuh pada masalah yang sedang dihadapi.
§  Humor  :   melihat sisi lucu pada masalah yang sedang terjadi sehingga dapat mengubah perspektif persoalan tersebut menjadi lebih lebih mudah dan terang sehingga tidak dirasakan sebagai tekanan lagi.
§  Supresi  :  kemampuan untuk menekan reaksi terhadap masalah sehingga memberikan cukup waktu untuk merespon masalah secara konstruktif.
§  Toleransi  :  kemampuan memahami kehidupan yang penuh dengan ketidakjelasan sehingga "melonggarkan hati" untuk menerima ketidakjelasan tersebut.
§  Empati  :  kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain.

        3)   APA
APA dalam DSM-IV mengatakan bahwa coping yang sehat merupakan bentuk penyesuaian diri yang paling tinggi dan baik. Selain supresi, sublimasi dan humor APA juga menyebutkan beberapa jenis coping sehat lainnya, antara lain adalah : 
§  Antisipasi  :  berkaitan dengan kesiapan seorang individu menghadapi suatu masalah.
§  Afiliasi  :  berhubungan dengan kebutuhan individu akan orang lain (keinginan bersatu).
§  Altruisme  :  mementingkan kepentingan orang lain. Pengalihan masalah dengan pengabdian terhadap orang lain.
§  Penegasan diri  :  mengekspresikan perasaan dan pikiran secara langsung tetapi tidak memaksa.
§  Pengamatan diri  :  melakukan pengujian secara objektif pada proses-proses kesadaran diri sendiri.

D.     Pendekatan Problem Solving terhadap Stress
Strategi koping yang spontan mengatasi strees :
Dukungan sosial dan konsep-konsep terkait : beberapa penulis meletakkan dukungan sosial terutama dalam konteks hubungan yang akrab atau ‘kualitas hubungan’ (Winnubst dkk,1988). Menurut Robin & Salovey (1989) perkawinan dan keluarga barangkali merupakan sumber dukungan sosial yang penting. Akrab adalah penting dalam masalah dukungan sosial, dan hanya mereka yang tidak terjalin suatu keakraban berada pada resiko. Para ilmuan lainnya menetapkan dukungan sosial dalam rangka jejaring sosial. Wellman(1985) meletakkan dukungan sosial didalam analisis jaringan yang lebih longgar : dukungan sosial yan hanya dapat dipahami kalau orang tahu tentang struktur jaringan yang lebih luas yang didalamnya seorang terintegrasi. Segi-segi struktural jaringan ini mencangkup pengaturan-pengaturan hidup, frekuensi kontak, keikutsertaan dalam kegiatan sosial, keterlibatan dalam jaringan sosial (Ritter,1988). Rook (1985) menganggap dukungan sosial sebagai satu diantara fungsi pertalian (atau ikatan) sosial. Segi-segi fungsional mencangkup : dukungan emosional, mendorong adanya ungkapan perasaan, pemberian nasehat atau informasi, pemberian bantuan material (Ritter, 1988).  Ikatan-ikatan sosial menggambarkan tingkat dan kualitas umum dari hubungan interpersonal.
Dukungan sosial sebagai ‘kognisi’ atau ‘fakta sosial’ : “Dukungan sosial terdiri dari informasi atau nasehat verbal dan/atau non-verbal, bantuan nyata, atau tindakan yang diberikan oleh keakraban sosial atau didapat karena kehadiran mereka dan mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak penerimaan”(Gottlieb, 1983).
Jenis dukungan sosial :
  • Dukungan emosional
  • Dukungan penghargaan
  • Dukungan instrumental
  • Dukungan informatif
·