NAMA
: AMALIA KUSUMA W
NPM :
10512682
KELAS :
2PA12
PENYESUAIAN DIRI,
PERTUMBUHAN PERSONAL DAN STRESS
1)
PENYESUAIAN DIRI DAN PERTUMBUHAN PERSONAL
A. PENYESUAIAN DIRI
Arti
Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri (adjustment) merupakan suatu istilah yang sangat sulit
didefinisikan karena (1) penyesuaian diri mengandung banyak arti, (2) criteria
untuk menilai penyesuaian diri tidak dapat dirumuskan secara jelas, dan (3)
penyesuaian diri (adjustment) dan lawannya ketidakmampuan menyesuaikan diri
(maladjustment) memiliki batas yang sama sehingga akan mengaburkan perbedaan
diantara keduanya. Dengan demikian, apabila kita mau menghilangkan kekacauan
atau salah pengertian mengenai apa itu penyesuaian diri, maka kita harus tahu
konsep-konsep dasarnya.
Penyesuaian
Diri sebagai Adaptasi
Secara historis arti istilah “penyesuaian diri” sudah mengalami banyak
perubahan. Karena kuatnya pengaruh pemikiran evolusi pada psikologi, maka
penyesuaian diri disamakan dengan adaptasi, yaitu proses dimana organism yang
agak sederhana mematuhi tuntutan-tuntutan lingkungan. Meskipun ada persamaan
diantara kedua istilah tersebut, namun penyesuaian diri yang kompleks tidak
cocok dengan konsep adaptasi biologis yang sederhana. Erich Fromm dalam
bukunya, Escape from Freedom, (Fromm, 1941) mengemukakan konsep adaptasi yang
menarik dan berguna yang mendekati ide penyesuaian diri. Fromm membedakan apa
yang dinamakannya adaptasi statis dan adaptasi dinamik. Ia menggunakan adaptasi
statis untuk menyebut perubahan kebiasaan yang relatif sederhana, misalnya
orang berpindah dari satu kota kekota yang lain. Sedangkan adaptasi dinamik
adalah sistuasi dimana seseorang menerima hal-hal meskipun menyakitkan, misalnya
seorang anak laki-laki tunduk kepada perintah ayah yang keras dan mengancam.
Fromm menafsirkan neurosis sebagai respons dinamik, adaptasi yang sama dengan
penyesuaian diri.
Penyesuaian
Diri dan Individualitas
Dalam mendefinisikan penyesuaian diri, kita tidak boleh melupakan
perbedaan –perbedaan individual. Anak yang sangat cerdas atau genius tidak
sesuai dengan pola “normal”, baik dalam kapasitas maupun dalam tingkah lakunya,
tetapi kita tidak dapat menyebutnya sebagai orang yang tidak dapat menyesuaikan
diri. Sering kali norma-norma sosial dan budaya begitu kaku untuk dituruti
dengan baik. Misalnya, sering terjadi dibeberapa Negara, warga Negara menolak
undang-undang abortus atau sterilisasi yang dikeluarkan oleh Negara. Orang yang
tidak dapat menerima undang-undang ini, tidak dapat tidak dapat dianggap
sebagai orang yang tidak dapat menyesuaikan diri.
Penyesuaian
Diri sebagai Penguasaan
Penyesuaian diri yang baik kelihatannya mengandung suatu tingkat
penguasaan yang baik pula, yaitu kemampuan untuk merencanakan atau mengatur
respons-respons pribadi sedemikian rupa sehingga konflik-konflik,
kesulitan-kesulitan dan frustasi-frustasi akan hilang dengan munculnya tingkah
laku yang efisien atau yang menguasai. Gagasan ini jelas berguna tetapi tidak
memperhitungkan kelemahan-kelemahan individual. Kebanyakan orang tidak memiliki
kemampuan yang dituntut oleh penguasaan itu. pemimpin-pemimpin, orang-orang ang
genius, dan orang-orang yang IQ-nya diatas rata-rata mungkin diharapkan memperlihatkan
penguasaan yang luar biasa itu, tetapi meskipun demikian orang-orang ini pun
sering mengalami kegagalan. Ini justru mengingatkan kita bahwa setiap orang
memiliki tingkat penyesuaian dirinya sendiri, yang ditentukan oleh
kapasitas-kapasitas bawaan, kecenderungan-kecenderungan yang diperoleh, dan
pengalaman.
Definisi
Penyesuaian Diri
Dari segi pandangan psikologis, penyesuaian diri memiliki banyak arti,
seperti pemuasan kebutuhan, keterampilan dalam menangani frustasi dan konflik,
ketenangan pikiran/jiwa, atau bahkan pembentukan simtom-simtom. Itu berarti
belajar bagaimana bergaul dengan baik dengan orang lain dan bagaimana
menghadapi tuntutan-tuntutan pekerjaan. Tyson menyebut hal-hal seperti
kemampuan untuk beradaptasi, kemampuan berafeksi, kehidupan yang seimbang,
kemampuan untuk mengambil keuntungan dari pengalaman, toleransi terhadap
frustasi, humor, sikap yang tidak ekstrem, objektivitas, dan lain-lain (Tyson,
1951).
Kita tidak dapat mengatakan bahwa penyesuaian diri itu baik atau buruk.
Kita hanya dapat mengatakan bahwa penyesuaian diri adalah cara individual atau
khusus organismedalam bereaksi terhadap tuntutan-tuntutan dari dalam atau
situasi-situasi dari luar. Untuk beberapa orang mungkin reaksi ini bisa efisien,
sehat atau memuaskan. Sementara untuk orang lain reaksi ini melumpuhkan, tidak
efektif, atau bahkan patologik.
Jadi, kita dapat mendefinisikan dengan sederhana, bahwa penyesuaian diri
itu adalah suatu proses yang melibatkan respons-respons mental dan tingkah laku
yang menyebabkan individu berusaha menanggulangi kebutuhan-kebutuhan,
tegangan-tegangan, frustasi-frustasi, dan konflik-konflik batin serta
menyelaraskan tuntutan-tuntutan batin ini dengan tuntutan-tuntutan yang
dikenakan kepadanya oleh dunia dimana ia hidup. Dalam arti ini, kebanyakan
respons cocok dengan konsep penyesuaian diri.
Konsep
Penyesuaian Diri yang Baik
Apa itu penyesuaian diri yang baik? Pasti itu yang ada dibenak kita
setelah kita mendengar konsep penyesuaian diri yang baik. Orang yang dapat
menyesuaikan diri dengan baik adalah orang yang memiliki respons-respons yang
matang, efisien, memuaskan dan sehat. Sebaliknya, orang yang neurotic adalah
orang yang sangat tidak efisien dan tidak pernah menangani tugas-tugas secara
lengkap.
Istilah “sehat” berarti respons yang baik untuk kesehatan, yakni cocok
dengan kodrat manusia, dalam hubungannya dengan orang lain dan dengan tanggung
jawabnya. Kesehatan merupakan cirri yang sangat khas dalam penyesuaian diri
yang baik. singkatnya, meskipun memiliki kekurangan-kekurangan kepribadian,
ornag yang dapat menyesuaikan diri dengan baik dapat bereaksi secara efektif
terhadap situasi-situasi yang berbeda, dapat memecahkan konflik-konflik,
frustasi-frustasi dan masalah-masalah tanpa menggunakan tingkah laku yang
simtomatik. Karena itu, ia relative bebas dari simtom-simtom, seperti kecemasan
kronis, obsesi, atau gangguan-gangguan psikofisiologis (psikosomatik). Ia
menciptakan dunia hubungan antarpribadi dan kepuasan-kepuasan yang ikut
menyumbangkan kesinambungan pertumbuhan kepribadian.
Penyesuaian
Diri adalah Relatif
Penyesuaian diri seperti yang telah dirumuskan diatas adalah relatif
karena tidak ada orang yang dapat menyesuaikan diri secara sempurna.
Penyesuaian diri harus dinilai berdasarkan kapasitas individu untuk mengubah
dan menanggulangi tuntutan-tuntutan yang dihadapi dan kapasitas ini
berbeda-beda menurut kepribadian dan tingkat perkembangan.
Penyesuaian diri juga bersifat relatif karena berbeda-beda menurut
norma-norma sosial dan budaya, serta individu itu sendiri pun berbeda-beda
dalam bertingkah laku. Bahkan orang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik
kadang-kadang merasa bahwa ia menghadapi situasi atau masalah yang melampaui
kemampuannya untuk menyesuaikan diri.
Penyesuaian
Diri versus Moralitas
Pemakaian baik dan buruk
menempatkan seorang psikolog dalam ilmu kesehatan mental dalam posisi untuk
membuat penilaian terhadap tingkah laku yang sebenarnya diharapkan tidak
dilakukan oleh seorang ilmuwan. Tetapi dapat dikemukakan di sini bahwa
keputusan untuk menilai bukan sesuatu yang khas bagi bidang ilmu moral atau
etika. Setiap orang dapat berbicara tentang kesehatan yang baik dan buruk, atau
cuaca yang baik atau buruk dengan tidak memperhatikan pandangan moral atau
etika. Kita tidak melihat tingkah laku yang tidak dapat menyesuaikan diri
sebagai sesuatu yang secara moral buruk atau juga orang yang dapat menyesuaikan
diri dengan baik sabagai teladan kebajikan yang sempurna. Kemampuan
menyesuaikan diri tidak dapat disamakan dengan kebajikan, atau ketidakmampuan
menyesuaikan diri disamakan dengan dosa. (Mowrer, 1960). Tetapi sering kali
terjadi bahwa imoralitas merupakan akar dari ketidakmampuan menyesuaikan diri
dan sudah pasti penyesuaian diri yang sehat dalam pengertian yang sangat luas
harus juga mencakup kesehatan moral.
B. PERTUMBUHAN PERSONAL
a) Penekanan pertumbuhan, penyesuain diri dan pertumbuhan
a) Penekanan pertumbuhan, penyesuain diri dan pertumbuhan
Pertumbuhan adalah perubahan secara fisiologis
sebagai hasil dariproses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara
normal padaanak yang sehat pada waktu yang normal. Pertumbuhan dapat juga
diartikansebagai proses transmisi dari konstitusi fisik (keadaan tubuh atau
keadaanjasmaniah)
yang herediter dalam bentuk proses aktif
secaraberkesinambungan. Jadi, pertumbuhan berkaitan dengan perubahan
kuantitatifyang menyangkut peningkatan ukuran dan struktur biologis.
Secara umum konsep perkembangan dikemukakan
oleh Werner (1957)bahwa perkembangan berjalan dengan prinsip orthogenetis,
perkembangan berlangsung dari keadaan global dan kurang berdiferensiasi sampai
keadaan di mana diferensiasi, artikulasi, dan integrasi meningkat secara
bertahap. Proses diferensiasi diartikan sebagai prinsip totalitas pada diri
anak. Dari penghayatan totalitas itu lambat laun bagian-bagiannya akan menjadi
semakin nyata dan bertambah jelas dalam kerangka keseluruhan.
b) Variasi dalam pertumbuhan
Tidak selamanya individu berhasil dalam
melakukan penyesuaian diri, karena kadang-kadang ada rintangan-rintangan
tertentu yang menyebabkan tidak berhasil melakukan penyesuaian diri.
Rintangan-rintangan itu mungkin terdapat dalam dirinya atau mungkin diluar
dirinya.
c) Kondisi-kondisi untuk bertumbuh
Kondisi jasmaniah seperti pembawa dan strukrur
atau konstitusi fisik dan temperamen sebagai disposisi yang diwariskan, aspek
perkembanganya secara intrinsik berkaitan erat dengan susunan atau konstitusi
tubuh. Shekdon mengemukakan bahwa terdapat kolerasi yang tinggi antara tipe-tipe
bentuk tubuh dan tipe-tipe tempramen (Surya, 1977). Misalnya orang yang
tergolong ekstomorf yaitu yang ototnya lemah, tubuhnya rapuh, ditandai dengan
sifat-sifat menahan diri, segan dalam aktivitas sosial, dan pemilu. Karena
struktur jasmaniah merupakan kondisi primer bagi tingkah laku maka dapat
diperkirakan bahwa sistem saraf, kelenjar, dan otot merupakan faktor yang
penting bagi proses penyesuaian diri. Beberapa penelitian menunjukan bahwa
gangguan dalam sisitem saraf, kelenjar, dan otot dapat menimbulkan
gejala-gejala gangguan mental, tingkah laku, dan kepribadian. Dengan demikian,
kondisi sistem tubuh yang baik merupakan syaraf bagi tercapainya proses
penyesuaian diri yang baik. Disamping itu, kesehatan dan penyakit jasmaniah
juga berhubungan dengan penyesuaian diri, kualitas penyesuaian diri yang baik
hanya dapat diperoleh dan dipelihara dalam kondisi kesehatan jasmaniah yang
baik pula. Ini berarti bahwa gangguan penyakit jasmaniah yang diderita oleh
seseorang akan mengganggu proses penyesuaian dirinya.
d) Fenomenologi pertumbuhan
Fenomenologi
memandang manusia hidup dalam “dunia kehidupan” yang dipersepsi dan
diinterpretasi secara subyektif. Setiap, orang mengalami dunia dengan caranya
sendiri. “Alam pengalaman setia orang berbeda dari alam pengalaman orang lain.”
(Brouwer, 1983:14 Fenomenologi banyak mempengaruhi tulisan-tulisan Carl Rogers,
yang boleh disebut sebagai-_Bapak Psikologi Humanistik. Carl Rogers
menggarisbesarkan pandangan Humanisme sebagai berikut (kita pinjam dengan
sedikit perubahan dari Coleman dan Hammen,1974:33).
2) STRESS
2) STRESS
A.
Arti Penting Stress
Stress menurut Hans Selye 1976 merupakan
respon tubuh yang bersifat tidak spesifik terhadap setiap tuntutan atau beban
atasnya. Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan stress apabila
seseorang mengalami beban atau tugas yang berat tetapi orang tersebut tidak
dapat mengatasi tugas yang dibebankan itu, maka tubuh akan berespon dengan
tidak mampu terhadap tugas tersebut, sehingga orang tersebut dapat mengalami stress.
Respons atau tindakan ini termasuk respons fisiologis dan psikologis.
B.
Tipe-tipe Stress Psikologis
1.
Tekanan : hasil hubungan antara
peristiwa-peristiwa persekitaran dengan individu. Paras tekanan yang dihasilkan
akan bergantung kepada sumber tekanan dan cara individu tersebut bertindak
balas. Tekanan mental adalah sebagian daripada kehidupan harian. Ia merujuk
kepada kaedah yang menyebabkan ketenangan individu terasa di ancam oleh
peristiwa persekitaran dan menyebabkan individu tersebut bertindak balas. Anda
boleh mengalami tekanan ketika di tempat kerja, menyesuaikan diri dengan
persekitaran baru, atau melalui hubungan sosial. Tekanan mental yang sederhana
boleh menjadi pendorong kepada satu-satu tindakan dan pencapaian tetapi kalau
tekanan mental anda itu terlalu tinggi, ia boleh menimbulkan masalah sosial dan
seterusnya menggangu kesehatan anda.
2. Frustasi
: adalah suatu harapan yang diinginkan
dan kenyataan yang terjadi tidak sesuai dengan yang diharapkan.
3. Konflik : Berasal dari kata kerja latin configere yang
berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu
proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah
satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau
membuatnya tidak berdaya.
4. Kecemasan
: Banyak pengertian/definisi yang
dirumuskan oleh para ahli dalam merumuskan pengertian tentang kecemasan.
Beberapa ahli yang mencoba untuk mengemukakan definisi kecemasan, antara lain.
-
Maramis (1995) menyatakan bahwa kecemasan adalah suatu ketegangan, rasa tidak aman, kekhawatiran, yang timbul karena dirasakan akan mengalami kejadian yang tidak menyenangkan.
-
Lazarus (1991) menyatakan bahwa kecemasan adalah reaksi individu terhadap hal yang akan dihadapi. Kecemasan merupakan suatu perasaan yang menyakitkan, seperti kegelisahan, kebingungan, dan sebagainya, yang berhubungan dengan aspek subyektif emosi. Kecemasan merupakan gejala yang biasa pada saat ini, karena itu disepanjang perjalanan hidup manusia, mulai lahir sampai menjelang kematian, rasa cemas sering kali ada.
-
Saranson dan Spielberger (dalam Darmawanti 1998) menyatakan bahwa kecemasan merupakan reaksi terhadap suatu pengalaman yang bagi individu dirasakan sebagai ancaman. Rasa cemas adalah perasaan tidak menentu, panik, takut, tanpa mengetahui apa yang ditakutkan dan tidak dapat menghilangkan perasaan gelisah dan rasa cemas tersebut.
-
Tjakrawerdaya (1987) mengemukakan bahwa kecemasan atau anxietas adalah efek atau perasaan yang tidak menyenangkan berupa ketegangan, rasa tidak aman dan ketakutan yang timbul karena dirasakan akan terjadi sesuatu yang mengecewakan tetapi sumbernya sebagian besar tidak disadari oleh yang bersangkutan.
C.
Symptom-reducing responses terhadap stress
a.
Mekanisme
pertahanan diri
Sigmund Freud memperkenalkan istilah mekanisme
pertahanan diri (defense mechanism). Mekanisme pertahanan disi adalah strategi
yang tidak disadari untuk mengatasi emosi negatif. Strategi ini tidak
mengurangi rasa stres melainkan memikirkan situasi yang sedang terjadi. Defense
mechanism dilakukan secara tidak sadar apabila dilakukan secara berlebihan akan
berubah menjadi perilaku yang disadari tetapi bersifat mal adaptif. Berikut ini
adalah jenis-jenis defense mechanism :
- Represi, dalam represi impuls yang menimbulkan rasa malu, rasa bersalah, atau perasaan ingin mencela diri sendiri akan ditekan masuk ke dalam pikiran bawah sadar.
- Rasionalisasi, disini tidak diartikan berfikir secara rasional melainkan menggunakan motif yang dapat diterima oleh logika yang dilakukan sedemikian rupa sehingga terlihat seperti bertindak secara rasional. Tujuan rasionalisasi dalam menghadapi stres adalah menghilangkan kekecewaan saat kita gagal mencapai apa yang kita inginkan dan merasionalisasikan apa yang telah kita lakukan untuk menempatkan perilaku kita dalam pandangan yang lebih menguntungkan.
- Pembentukkan reaksi adalah melakukan sesuatu yang berlawanan dengan apa yang sebenarnya. Misalnya, seorang ibu muda yang sebenarnya belum siap untuk memiliki anak menunjukkan perhatian dan kasih sayangnya secara berlebihan untuk meyakinkan bahwa ia adalah ibu yang baik.
- Proyeksi adalah menutupi kekurangan dalam diri dengan mencari "kambing hitam" untuk kekurangan tersebut atau dengan kata lain menempatkan kekurangan yang dimiliki dalam diri kepada orang lain.
- Penyangkalan adalah upaya untuk menolak kenyataan negatif pada diri. Misalnya penolakkan kenyataan bahwa pasangan berselingkuh. Bentuk penyangkalan yang terlalu ekstrim/berlebihan akan membuat seseorang menjadi "kebal" terhadap kritikan tentang dirinya.
- Intelektualisasi adalah upaya positif yang dilakukan dalam menghadapi stres. Intelektualisasi dilakukan dengan menggunakan istilah yang abstrak dan intelektual. Cara ini sering dilakukan oleh orang yang harus menghadapi kondisi mendesak dalam pekerjaannya. Contohnya adalah saat seorang psikolog menggunakan istilah psikologi untuk menyembuhkan pasiennya padahal tidak semua orang mengetahui istilah tersebut.
- Pengalihan, metode pertahanan diri ini dianggap dapat menurunkan tingkat kecemasan dan dapat memuaskan motif yang tidak dapat diterima dengan cara mengalihkannya ke tempat lain. Misalnya, dorongan seksual yang tidak sesuai dengan situasinya akan dialihkan dengan berolahraga.
Selain cara-cara dalam mekanisme
pertahanan diri juga ada strategi coping dalam menghadapi stres. Coping adalah
kemampuan mengatasi masalah. Ada banyak jenis coping, bahkan para ahli pun
memiliki pandangan yang berbeda mengenai coping. Secara umum coping dibagi menjadi dua bentuk
yaitu Strategi terfokus masalah (Problem Focus Coping) dan Strategi terfokus
emosi (Emotional Focus Coping). Problem
Focus Coping adalah upaya yang terfokus secara spesifik pada masalah yang telah
terjadi sambil mencoba untuk mencari penyelesaiannya. Cara yang biasa
dilakukannya adalah menentukan masalah, mencari pemecahan alternatif, menimbang
pemecahan alternatif yang terbaik, memilih pemecahan terbaik dan
mengaplikasikannya pada masalah yang terjadi. Sementara Emotional Focus Coping
adalah upaya untuk mencegah emosi negatif menguasi diri. Terdapat perbedaan
pandangan dalam mengkatagorikan Emotional focus copingdibagi ke dalam dua
kategori yaitu strategi perilaku (latihan fisik untuk mengalihkan masalah) dan
strategi kognitif (menyingkirkan pikiran tentang masalah tersebut untuk
sementara) (Moss, 1988 dalam Atkinson 1993 : 370) dan pandangan lain membagi
emotional focus coping ke dalam strategi perenungan (mengisolasi diri untuk
merenungkan betapa buruknya emosi kita), strategi pengalihan (melibatkan diri
dalam aktivitas yang menyenangkan) dan strategi penghindaran negatif
(mengalihkan emosi kita pada aktivitas yang memberatkan mood atau menantang)
(Nolen - Hoeksema dalam Atkinson 1993 : 380).
Berikut
ini adalah beberapa macam coping menurut tokoh lainnya
1)
Lazzarus
Lazzarus membagi coping kedalam dua bentuk,
yaitu :
A) Tindakan langsung (Direct Action)
yaitu
usaha tingkah laku yang dijalankan oleh individu untuk mengatasi tantangan
dengan mengubah hubungan yang bermasalah dengan lingkungan. Tindakan langsung
ini dibagi menjadi empat macam :
§ Mempersiapkan diri menghadapi luka :
individu melakukan langkah aktif untuk mengurangi luka serta tindakan
antisipasi.
§ Agresi
: tindakan menyerang agen yang
dinilai mengancam.
§ Penghindaran
: melarikan diri dari situasi
yang mengancam.
§ Apati
: tidak bergerak dan melalukan
apapun sebagai upaya menghindari masalah atau dengan kata lain menerima dengan
pasrah hal yang akan mengancam.
B)
Peredaan (Palliation)
Lebih mengacu
pada usaha untuk mengurangi atau menoleransi tekanan-tekanan kebutuhan/fisik.
Jenis coping ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
§ Diarahkan pada gejala (Symptom Directed
Modes) :
jenis coping ini dilakukan dengan cara mengurangi gangguan yang
berhubungan dengan emosi-emosi yang disebabkan oleh tekanan.
§ Cara intrapsikis (Intrapsychic Modes)
: coping ini serupa dengan
cara-cara yang terdapat di mechanism defenses.
2) Harber & Runyon
Harber dan Runyon mengemukakan
jenis-jenis coping yang konstruktif, yaitu :
§ Penalaran
: penggunaan kemamouan kognitif
untuk mencari berbagai alternatif penyelesaian masalah.
§ Objektifitas
: kemampuan membedakan komponen
emosional dan logis dalam berfikir dan bertingkahlaku.
§ Konsentrasi
: kemampuan untuk memusatkan
perhatian secara penuh pada masalah yang sedang dihadapi.
§ Humor
: melihat sisi lucu pada masalah
yang sedang terjadi sehingga dapat mengubah perspektif persoalan tersebut
menjadi lebih lebih mudah dan terang sehingga tidak dirasakan sebagai tekanan
lagi.
§ Supresi
: kemampuan untuk menekan reaksi
terhadap masalah sehingga memberikan cukup waktu untuk merespon masalah secara
konstruktif.
§ Toleransi
: kemampuan memahami kehidupan
yang penuh dengan ketidakjelasan sehingga "melonggarkan hati" untuk
menerima ketidakjelasan tersebut.
§ Empati
: kemampuan untuk melihat sesuatu
dari sudut pandang orang lain.
3) APA
APA dalam DSM-IV mengatakan bahwa coping yang
sehat merupakan bentuk penyesuaian diri yang paling tinggi dan baik. Selain
supresi, sublimasi dan humor APA juga menyebutkan beberapa jenis coping sehat
lainnya, antara lain adalah :
§ Antisipasi
: berkaitan dengan kesiapan
seorang individu menghadapi suatu masalah.
§ Afiliasi
: berhubungan dengan kebutuhan
individu akan orang lain (keinginan bersatu).
§ Altruisme
: mementingkan kepentingan orang
lain. Pengalihan masalah dengan pengabdian terhadap orang lain.
§ Penegasan diri
: mengekspresikan perasaan dan
pikiran secara langsung tetapi tidak memaksa.
§ Pengamatan diri : melakukan pengujian secara objektif pada proses-proses
kesadaran diri sendiri.
D.
Pendekatan Problem Solving terhadap Stress
Strategi koping yang spontan mengatasi strees
:
Dukungan sosial dan konsep-konsep terkait :
beberapa penulis meletakkan dukungan sosial terutama dalam konteks hubungan
yang akrab atau ‘kualitas hubungan’ (Winnubst dkk,1988). Menurut Robin &
Salovey (1989) perkawinan dan keluarga barangkali merupakan sumber dukungan
sosial yang penting. Akrab adalah penting dalam masalah dukungan sosial, dan
hanya mereka yang tidak terjalin suatu keakraban berada pada resiko. Para
ilmuan lainnya menetapkan dukungan sosial dalam rangka jejaring sosial.
Wellman(1985) meletakkan dukungan sosial didalam analisis jaringan yang lebih
longgar : dukungan sosial yan hanya dapat dipahami kalau orang tahu tentang
struktur jaringan yang lebih luas yang didalamnya seorang terintegrasi.
Segi-segi struktural jaringan ini mencangkup pengaturan-pengaturan hidup,
frekuensi kontak, keikutsertaan dalam kegiatan sosial, keterlibatan dalam
jaringan sosial (Ritter,1988). Rook (1985) menganggap dukungan sosial sebagai
satu diantara fungsi pertalian (atau ikatan) sosial. Segi-segi fungsional
mencangkup : dukungan emosional, mendorong adanya ungkapan perasaan, pemberian
nasehat atau informasi, pemberian bantuan material (Ritter, 1988). Ikatan-ikatan sosial menggambarkan tingkat
dan kualitas umum dari hubungan interpersonal.
Dukungan sosial sebagai ‘kognisi’ atau ‘fakta
sosial’ : “Dukungan sosial terdiri dari informasi atau nasehat verbal dan/atau
non-verbal, bantuan nyata, atau tindakan yang diberikan oleh keakraban sosial
atau didapat karena kehadiran mereka dan mempunyai manfaat emosional atau efek
perilaku bagi pihak penerimaan”(Gottlieb, 1983).
Jenis dukungan sosial :
- Dukungan emosional
- Dukungan penghargaan
-
Dukungan instrumental
-
Dukungan informatif
·
Tidak ada komentar:
Posting Komentar