Nama : Amalia Kusuma Wardhani
Npm : 10512682
Kelas : 3PA12
Empowerment, Stress dan Konflik
A.
Definisi
Empowerment
Empowerment adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi
dan politik yang merangkum berbagai nilai sosial. Konsep ini mencerminkan
paradigma baru pembangunan yang bersifat “people centered, participatory,
empowering, and sustainable” (Chambers, 1988).
B.
Kunci
elektabilitas empowerment dalam manajemen
Empowerment
memerlukan individu bertanggung jawab dalam menyiapkan keseluruhan tugas.
Pekerja bertanggung jawab sepenuhnya kepada tugasan atau kuasa yang telah
diserahkan kepadanya. Terutaman dari sudut interaksi dan kebergantungan dengan
pihak lain dalam organisasi (Besterfield, D.H et al. 2003:96).
C.
Pengertian
stress
stress adalah suatu kondisi anda yang dinamis saat
seorang individu yang dihadapkan pada peluang, tuntutan, atau sumber daya yang
terkait dengan apa yang dihasratkan oleh individu dan hasilnya dipandang tidak
pasti dan penting. Stress adalah beban rohani yang melebihi kemampuan maksimum
rohani itu sendiri sehingga perbuatan kurang terkontrol secara sehat.
D.
Sumber-Sumber
Stress pada manusia
Sumber-sumber potensi stres:
1.
Faktor lingkungan
Selain memengaruhi desain struktur sebuah
organisasi, ketidakpastian lingkungan juga memengaruhi tingkat stres para
karyawan dan organisasi.Perubahan dalam siklus bisnis menciptakan
ketidakpastian ekonomi, misalnya, ketika kelangsungan pekerjaan terancam maka
seseorang mulai khawatir ekonomi akan memburuk.
2.
Faktor organisasi
Banyak faktor di dalam organisasi yang dapat
menyebabkan stres. Tekanan untuk menghindari kesalahaan atau menyelesaikan
tugas dalam waktu yang mepet, beban kerja yang berlebihan, atasan yang selalu
menuntut dan tidak peka, dan rekan kerja yang tidak menyenangkan adalah
beberapa di antaranya.Hal ini dapat mengelompokkan faktor-faktor ini menjadi
tuntutan tugas, peran, dan antarpribadi.
3.
Faktor-faktor Penyebab Stres Kerja (Stressor) Karyawan
Stres kerja yang dialami seseorang dipengaruhi
oleh faktor penyebab stres baik yang berasal dari dalam pekerjaan maupun dari
luar pekerjaan. Faktor penyebab stres kerja yang dibahas dalam penelitian ini
hanya faktor organisasional, yakni faktor yang berasal dari dalam pekerjaan
yang mencakup tuntutan tugas, tuntutan peran, tuntutan hubungan antarpribadi,
struktur organisasi, kepemimpinan organisasi, dan tahap hidup organisasi.
Tuntutan tugas adalah faktor yang terkait
dengan pekerjaan seseorang. Tuntutan tersebut meliputi desain pekerjaan
individual, kondisi kerja, dan tata letak fisik pekerjaan. Sebagai contoh,
bekerja di ruangan yang terlalu sesak atau di lokasi yang selalu terganggu oleh
suara bising dapat meningkatkan kecemasan dan stres. Dengan semakin pentingnya
layanan pelanggan, pekerjaan yang menuntut faktor emosional bisa menjadi sumber
stres.
Tuntutan peran berkaitan dengan tekanan yang
diberikan kepada seseorang sebagai fungsi dari peran tertentu yang dimainkannya
dalam organisasi. Konflik peran menciptakan ekspektasi yang mungkin sulit untuk
diselesaikan atau dipenuhi.
4.
Faktor pribadi
Faktor-faktor pribadi terdiri dari masalah
keluarga, masalah ekonomi pribadi, serta kepribadian dan karakter yang melekat
dalam diri seseorang. Survei nasional secara konsisten menunjukkan bahwa orang
sangat mementingkan hubungan keluarga dan pribadi. berbagai kesulitan dalam
hidup perkawinan, retaknya hubungan, dan kesulitan masalah disiplin dengan
anak-anak adalah beberapa contoh masalah hubungan yang menciptakan stres.
Masalah ekonomi karena pola hidup yang lebih
besar pasak daripada tiang adalah kendala pribadi lain yang menciptakan stres
bagi karyawan dan mengganggu konsentrasi kerja karyawan.Studi terhadap tiga
organisasi yang berbeda menunjukkan bahwa gejala-gejala stres yang dilaporkan
sebelum memulai pekerjaan sebagian besar merupakan varians dari berbagai gejala
stres yang dilaporkan sembilan bulan kemudian. Hal ini membawa para peneliti
pada kesimpulan bahwa sebagian orang memiliki kecenderungan kecenderungan
inheren untuk mengaksentuasi aspek-aspek negatif dunia secara umum. Jika
kesimpulan ini benar, faktor individual yang secara signifikan memengaruhi
stres adalah sifat dasar seseorang. Artinya, gejala stres yang diekspresikan
pada pekerjaan bisa jadi sebenarnya berasal dari kepribadian orang itu.
E.
Pendekatan Stres
Menurut Robbins, (2002: 311-312), ada dua pendekatan dalam mengatasi stres, yaitu:
1) Pendekatan individual
Seorang karyawan dapat memikul tanggung jawab pribadi untuk mengurangi tingkat stresnya. Strategi individu yang telah terbukti efektif adalah:
- Teknik manajemen waktu
- Meningkatkan latihan fisik
- Pelatihan pengenduran (relaksasi)
- Perluasan jaringan
dukungan sosial
2) Pendekatan Organisasional
Beberapa faktor yang menyebabkan stress terutama tuntutan tugas
dan peran, struktur organisasi dikendalikan oleh manajemen. Strategi yang
digunakan:
1.
Perbaikan
seleksi personil dan penempatan kerja
2.
Penggunaan
penetapan tujuan yang realistis
3.
Perancangan
ulang pekerjaan
4.
Peningkatan
keterlibatan kerja
5.
Perbaikan
komunikasi organisasi
6.
Penegakkan
program kesejahteraan korporasi
F.
Definisi
Konflik
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang
berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu
proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah
satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau
membuatnya tidak berdaya. Tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami
konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya
akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri. Konflik
dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi.
perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik,
kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan
dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan
situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang
tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat
lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu
sendiri.
G.
Jenis-jenis
Konflik
1) Konflik
Dilihat dari Fungsi Berdasarkan fungsinya, Robbins (1996:430) membagi konflik
menjadi dua macam, yaitu: konflik fungsional (Functional Conflict) dan konflik
disfungsional (Dysfunctional Conflict). Konflik fungsional adalah konflik yang
mendukung pencapaian tujuan kelompok, dan memperbaiki kinerja kelompok.
Sedangkan konflik disfungsional adalah konflik yang merintangi pencapaian
tujuan kelompok. Menurut Robbins, batas yang menentukan apakah suatu konflik
fungsional atau disfungsional sering tidak tegas (kabur). Suatu konflik mungkin
fungsional bagi suatu kelompok, tetapi tidak fungsional bagi kelompok yang
lain. Begitu pula, konflik dapat fungsional pada waktu tertentu, tetapi tidak
fungsional di waktu yang lain. Kriteria yang membedakan apakah suatu konflik
fungsional atau disfungsional adalah dampak konflik tersebut terhadap kinerja
kelompok, bukan pada kinerja individu. Jika konflik tersebut dapat meningkatkan
kinerja kelompok, walaupun kurang memuaskan bagi individu, maka konflik
tersebutdikatakan fungsional. Demikian sebaliknya, jika konflik tersebut hanya
memuaskan individu saja, tetapi menurunkan kinerja kelompok maka konflik
tersebut disfungsional.
2) Konflik
Dilihat dari Pihak yang Terlibat di Dalamnya Berdasarkan pihak-pihak yang
terlibat di dalam konflik, Stoner dan Freeman (1989:393) membagi konflik
menjadi enam macam, yaitu:
·
Konflik dalam diri individu (conflict
within the individual). Konflik ini terjadi jika seseorang harus memilih tujuan
yang saling bertentangan, atau karena tuntutan tugas yang melebihi batas
kemampuannya.
·
Konflik antar-individu (conflict among
individuals). Terjadi karena perbedaan kepribadian (personality differences)
antara individu yang satu dengan individu yang lain.
·
Konflik antara individu dan kelompok
(conflict among individuals and groups). Terjadi jika individu gagal
menyesuaikan diri dengan norma - norma kelompok tempat ia bekerja.
·
Konflik antar kelompok dalam organisasi
yang sama (conflict among groups in the same organization). Konflik ini terjadi
karena masing - masing kelompok memiliki tujuan yang berbeda dan masing-masing
berupaya untuk mencapainya.
·
Konflik antar organisasi (conflict among
organizations). Konflik ini terjadi jika tindakan yang dilakukan oleh
organisasi menimbulkan dampak negatif bagi organisasi lainnya. Misalnya, dalam
perebutan sumberdaya yang sama.
·
Konflik antar individu dalam organisasi
yang berbeda (conflict among individuals in different organizations). Konflik
ini terjadi sebagai akibat sikap atau perilaku dari anggota suatu organisasi
yang berdampak negatif bagi anggota organisasi yang lain. Misalnya, seorang
manajer public relations yang menyatakan keberatan atas pemberitaan yang
dilansir seorang jurnalis.
3) Konflik
Dilihat dari Posisi Seseorang dalam Struktur Organisasi, Winardi (1992:174)
membagi konflik menjadi empat macam, dilihat dari posisi seseorang dalam
struktur organisasi. Keempat jenis konflik tersebut adalah sebagai berikut:
a. Konflik
vertikal, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan yang memiliki kedudukan
yang tidak sama dalam organisasi. Misalnya, antara atasan dan bawahan.
b. Konflik
horizontal, yaitu konflik yang terjandi antara mereka yang memiliki kedudukan
yang sama atau setingkat dalam organisasi. Misalnya, konflik antar karyawan,
atau antar departemen yang setingkat.
c. Konflik
garis-staf, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan lini yang biasanya
memegang posisi komando, dengan pejabat staf yang biasanya berfungsi sebagai
penasehat dalam organisasi.
d. Konflik
peran, yaitu konflik yang terjadi karena seseorang mengemban lebih dari satu
peran yang saling bertentangan. Di samping klasifikasi tersebut di atas, ada
juga klasifikasi lain, misalnya yang dikemukakan oleh Schermerhorn, et al.
(1982), yang membagi konflik atas: substantive conflict, emotional conflict,
constructive conflict, dan destructive conflict.
H.
Proses
Konflik
(1) oposisi atau ketidakcocokan potensial;
(2) kognisi dan personalisasi;
(3) maksud;
(4) perilaku; dan
(5) hasil.
Oposisi atau ketidakcocokan potensial adalah adanya
kondisi yang mencipta-kan kesempatan untuk munculnya koinflik. Kondisi ini
tidak perlu langsung mengarah ke konflik, tetapi salah satu kondisi itu perlu
jika konflik itu harus muncul.
Kondisi
tersebut dikelompokkan dalam kategori: komunikasi, struktur, dan variabel
pribadi. Komunikasi yang buruk merupakan alasan utama dari konflik, selain itu
masalah-masalah dalam proses komunikasi berperan dalam menghalangi kolaborasi
danmerangsangkesalahpahaman.
Struktur juga bisa menjadi titik awal dari konflik.
Struktur dalam hal ini meliputi: ukuran, derajat spesialisasi dalam tugas yang
diberikan kepada anggota kelompok, kejelasan jurisdiksi, kecocokan
anggotatujuan, gaya kepemimpinan, sistem imbalan,
dan derajat ketergantungan antara kelompok-kelompok.
Sumber
:
http://hanaubay.blogspot.com/2014/01/tugas-portofolio-4-empowerment-stres.html.